Sejarah JDIHN
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN), erat dengan pembangunan hukum nasional dalam mewujudkan supremasi hukum. Pada tahun 1974 untuk mewujudkan pembangunan hukum dibentuklah Seminar Hukum Nasional III di Surabaya yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Saat membedah dokumentasi hukum peserta seminar merasa bahwa dukungan dokumentasi hukum terhadap pembangunan hukum nasional masih sangat lemah. Dokumentasi hukum belum mampu menyediakan dokumen dan informasi hukum dengan cepat dan tepat pada saat dibutuhkan. Selain itu dokumen/informasi hukum juga sulit dicari dan ditemukan.
Peserta seminar berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk mengatasi kelemahan dokumentasi hukum ini adalah membentuk kerja sama antar unit pengelola dokumen hukum dalam suatu jaringan dokumentasi dan informasi hukum. Berdasarkan pemikiran tersebut seminar merekomendasikan:
- Perlu kebijakan nasional untuk mulai menyusun sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum agar dapat segera berfungsi.
- Dalam tahap permulaan ada dua hal yang perlu dilakukan: mempermudah pencarian dan penemuan kembali peraturan perundang- undangan, yurisprudensi, serta bahan-bahan lainnya; dan untuk dapat secepatnya mendayagunakan semua informasi yang ada Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum.
Sambil menunggu terbitnya kebijakan nasional, BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional), menyelenggarakan serangkaian lokakarya tentang: Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1975); Sistem Penemuan Kembali Peraturan Perundang-undangan” di Malang (1977); Sistem Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan” di Pontianak (1977); serta Organisasi dan Komunikasi Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” di Jakarta (1978).
Lokakarya Tahun 1978 sepakat menunjuk BPHN sebagai Pusat Jaringan dan diberi tugas sebagai penyelenggara latihan pembinaan tenaga, tempat konsultasi, penelitian dan pengembangan sistem jaringan, serta koordinator kegiatan unit-unit jaringan dalam rangka pengembangan jaringan.
Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut pada tahun 1988 BPHN mengeluarkan pedoman pengelolaan dokumen hukum yang diberi nama ”Manual Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum” yang terdiri dari V modul. Modul tersebut antara lain: 1) modul I berjudul Pedoman Prosedur Kerja Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum; 2) modul II berjudul Pedoman Pengumpulan Bahan (Kegiatan Prakatalogan; 3) modul III berjudul Pedoman Pengolahan: Sub-Modul III A berjudul Pedoman Teknis Pengkatalogan Bahan Pustaka dan Pascakalogan (berdasarkan UDC); Sub-Modul III B berjudul Pedoman Teknis Pengkatalogan Peraturan Perundangan-undangan; dan Sub-Modul III C berjudul Pedoman Teknis Pengkatalogan Bahan Pustaka dan Pascakatlogan (berdasarkan DDC); 4) modul IV berjudul Pedoman Pelayanan Informasi; dan 5) modul V berjudul Sarana Kerja Unit Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum.
Bersumber dari jdihn.go.id
Makna Logo JDIHN
- 6 Garis Menggambarkan 6 aspek dari JDIH
- Garis paling besar adalah organisasi, lalu diikuti oleh aspek SDM, Koleksi Dokumen Hukum, Teknis Pengelolaan, Sarana Prasarana dan Pemanfaatan TIK
- Dibuat Melingkar seperti bola dunia untuk menggambarkan wadah dan jaringan (networking)
- Warna BIRU menyiratkan profesionalisme, pemikiran yang serius, integritas, ketulusan dan ketenangan. Biru juga diasosiasikan dengan otoritas, komunikasi, dan inovasi teknologi.
- Tulisan JDIHN menggambarkan identitas Pusat JDIH Nasional (sebagai wadah pendayagunaan dokumen hukum secara tertib, terpadu, dan berkesinambungan serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara mudah, cepat dan akurat).
- Warna MERAH bermakna dinamis, berani dan percaya diri.
- Pulau menggambarkan semua anggota jaringan, berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia
- Warna HIJAU bermakna kesuburan.